Diktiristek Plt Dirjen Menolak Bicara Publik terkait Pelanggaran MWA UNS | Dr. Borat

JAKARTA: Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Nizam tak mau angkat bicara soal batalnya pemilihan Rektor Sajidan karena ada kejanggalan yang dilakukan Majelis Wali Amanat Universitas Sebelas Maret (MWA UNS). periode 2023-2028. Nizam hanya mengatakan bahwa pemilihan perdana menteri adalah ilegal.

“Saya tidak bisa mengatakan (pelanggaran apa yang dilakukan). Karena temuan inspektur jenderal bersifat rahasia. Tindak lanjut akan dilakukan oleh Sekjen,” kata Nizam kepada media Indonesia, Rabu, 5 April 2023.

Kasus di UNS sudah biasa, kata Nizam. Tim investigasi Kemendikbudristek akan turun untuk diperiksa jika menemukan kecurangan, penyimpangan, atau pelanggaran prosedur.

“Sebenarnya kasus seperti UNS cukup sering terjadi. Langkah kami (melihat permasalahan di UNS), kami turunkan tim investigasi. Kalau ditemukan kecurangan atau kejanggalan, harus diturunkan,” ujar Nizam.

Nizam pun menjawab tidak masalah bagi Mendikbud Nadim Makarim untuk mendapatkan 35 persen suara dalam pemilihan perdana menteri. Padahal, kata Nizam, seharusnya pemerintah meraih 100 persen suara dalam pemilihan rektor universitas negeri.

“Nah, PTN itu 100% milik negara, seharusnya 100%. Jabatan rektor berbeda dengan ketua ormas, idealnya tidak berdasarkan pemilihan tapi pilihan. Seperti mengisi jabatan publik, dasarnya adalah pantas, ”kata Niza Tom.

Sementara itu, pengamat pendidikan Doni Koesoema menilai 35% menteri memilih terlalu banyak. Oleh karena itu, perguruan tinggi tidak dapat secara mandiri menentukan rektor terbaik berdasarkan senat mahasiswa dan civitas akademika secara keseluruhan.

Ia menyebut hal itu mencederai demokrasi. Karena 35% suara bisa memecah belah kampus.

“Jadi mulai sekarang kepala sekolah itu orangnya menteri, biarpun suara di bawah. Suara di bawah tidak bisa mengalahkan itu. Sepertinya kita harus kembali ke otonomi kampus dan membiarkan kepala sekolah memilih pilihan yang terbaik.” Orang-orang di kampus, “kata Duo Ni.

Downey percaya 35 persen suara menteri dalam pemilihan rektor universitas dapat menyebabkan penyuapan. Korupsi bisa terjadi jika semua orang memiliki kepentingan, katanya.

“Karena menteri memiliki kepentingan rakyat yang dipilihnya. Tenang saja. Walaupun perguruan tinggi memiliki otonomi. Efek ini sangat jelas. Tapi ketika ada masalah dengan perguruan tinggi, kepala sekolah ditangkap KPK, dll. , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan melepaskan. Dia Tanggung jawab harus diambil. Penanggung jawab utama pendidikan tinggi di Indonesia adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” katanya.

Dhoney memperingatkan bahwa terlalu banyak campur tangan pemerintah dalam pemilihan kepala sekolah akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan kampus, dan ia menuntut agar kampus dikembalikan otonominya sebagai lembaga pendidikan yang mandiri.

Ia mengatakan, jika Kementerian Pendidikan ingin berkontribusi dalam pemilihan perdana menteri, sebaiknya para menteri hanya memberikan 10% suara. Oleh karena itu, keputusan ada pada menteri dan menteri hanya perlu mendukung keputusan sivitas akademika.

Downey berkata: “Peraturan Menteri juga harus diubah. Seperti sekarang, proses pemilihan kepala sekolah adalah tiruan dari menteri. Jika bukan salinan menteri, sulit untuk menjadi perdana menteri. “

Jangan lupa ikuti update berita lainnya, follow akun google news Medcom.id

(Kebajikan)